Sang Saka Paripurna

Di atas sanubari harapan tampak peratap nestapa menancapkan tiang bergelora derai tak kunjung sirna.

Kendati lirik lirih sumbar terdengar parau menggelinangi daun telinga fajar sampai persada gelap kelak.

Merahnya yang marah serta putihnya yang rintih.

Jiwa-jiwa bergegas dari keterasingan menuju kebebasan. Meletakkan sejenak kepala masa lalu di atas pusara penantian ampunan.

Merahnya yang marah serta putihnya yang rintih.

Terbaring beberapa raga bersama jutaan rajut luka sisa pengorbanan, tandanya abadi, tercatat dalam doa jalan-jalan tua dan membasahi lidah sejarah.

Ada putik yang teruntai sebelum kembang, tertunduh kumbang petang yang sedang mengais jati diri dalam tumpukan aroma kemenangan.

Merahnya yang marah serta putihnya yang rintih.

Anak-anak tanpa catatan pinggir, ringkih mengukir kata di atas sajadah peribaan dan pori-porinya melebar bak mata harimau lapar.

Ada haribaan pertiwi di malam itu, gersang memintai gerhana dan hujan menukil Merah Putih Sang Saka Paripurna.

Merahnya yang marah serta putihnya yang rintih.

Sebarkan

0 Sanggahan:

Posting Komentar