Kegilaan Subuh

Napas subuh di hujung getir kantuk. Memanggil aksara duka yang mematuk asa. Pagi membelah diri, separuhnya menjadi kegelapan bias persada malam, separuhnya menjadi lini terdepan penebar cahaya.

Dalam fatamorgana Cinta tanganku meraih temalian harapan. Menyongsong cahaya yang terbelenggu kekecewaan. Dalam kekaguman, manusia mampu menjadi bunga atau menjadi duri. Meski keduanya dapat tumbuh bersamaan.

Ada derai haru biru di wajah pelita, menjaring senja untuk memulihkan cita. Nafas pagi mengheningkan rinai hujan, lebur tertunduk dalam rintih semalam. Menitip doa abadi bukan untuk diwujudkan.

Jalan-jalan keabadian tak berada di balik kelopak mata, bahkan sarafnya memaksa menutup kenduri agar pahitnya dunia tak semua tercerna. Harap terwujud harap, untuk ia yang berbalut rindu, tampak burung pipih menari mengibaskan duka.

Gilaku terwujud dalam sensasi warna lukisan keinginan. Menciderai seluruh nama yang terpatri dalam rajut kata. Cinta diucap untuk dikurangi kadarnya, karna cara Tuhan melindungi mutiara dengan memperkuat cangkangnya.



Sebarkan

0 Sanggahan:

Posting Komentar