Tembakauku Indonesiaku

Menghisap tembakau adalah cirikhas bangsa Indonesia. Tak peduli positif atau negatif. Membuatnya sulit, berarti menggiring prilaku masyarakat pada akulturasi budaya yang dominan. Budaya yang saat ini dominan adalah gaya hidup titipan westernisasi yang di tempat asalnya mulai tak diramaikan.

Budaya barat yang saat ini menerobos cara pandang bangsa ini terlalu lama bersarang, banyak transformasi nilai yang telah menumpuk, dari mulai pakaian sampai paradigma terhadap "Benar" dan "Salah". Kembali soal rokok.

Sepertinya sederhana menaikkan harga rokok, sepintas hanya terkesan bentuk kepedulian medis, agar rakyat tak merokok dan kesehatannya lebih baik. Atau sebagai betuk teguran agar anggaran asap berubah jadi anggaran logistik. Ini adalah bentuk kepedulian yang melampaui batas kewajaran. Padahal ada nilai yang lebih utama ketimbang kesehatan fisikal. 

Perubahan gaya hidup yang terjadi secara instan biasanya akan menuai revolusi mental yang dampaknya tak terprediksikan. Akan terlukis gambaran kelas sosial dengan sangat nyata, bukan hanya di jalanan tapi di semua tempat; antara si kaya dan si miskin, si borju dan si marjinal, si boss dan si budak. 

Penampakan victim atas penerobosan status sosial akan menjadi tontonan harian masyarakat Indonesia. "Bukankah selama ini memang sudah terjadi?", memang, tapi masih bikin kaget. Bayangkan harus hidup dengan tingkat kejahatan yang hampir diclaim sebagai kewajaran.

Kejahatan sosial yang seharusnya tak terjadi menjadi sangat umum, karena ada jiwa-jiwa yang memiliki kebiasaan tanah air harus dipaksa menjalankan hidupnya dengan cara yang tidak dikehendakinya.

Perlahan ke-Indonesiaan melipir kepada nilai-nilai nihil yang dianggap bergengsi, bangga dengan format hidup barat yang nir-naturalitas, terformat untuk menciptakan gaya hidup baru yang semestinya tak mendominasi nalar.


Atas nama modernisasi, prilaku etis yang menjadi bagian bangsa ini dapat perlahan tersingkir. Menghisap tembakau, bila ditinjau dari perspektif fisikal(medis), memang merupakan aktfitas perlawanan terhadap kesehatan.


Namun, ada nilai lain di balik ini, merokok telah diartikan sebagai gaya hidup kontra modernisasi, yang dengan itu budaya menghisap tembakau dapat menumbuhkan bibit-bibit pencegahan terhadap distribusi nilai-nilai modernisasi yang diusung oleh kekuatan kapitalisme atau tirani modal.

Setelah sejumlah agama yang diterima di negri ini bukanlah agama asli tanah air, sistem pemerintahan yang juga bukan asli tanah air, konsep Nasionalisme yang juga bukan asli tanah air. Sekarang kita harus menanggung derita "manyun asep" karena harus kehilangan cirikhas bangsa kita yang terakhir. Yaitu budaya sakral (menghisap tembakau) yang tercatat dalam perut sejarah bangsa ini.

Semakin menegaskan bahwa terlibat hasrat politik identitas adalah bentuk keterbelakangan nalar negara ini.

Selamat menempuh hidup baru Indonesiaku.

Sebarkan

0 Sanggahan:

Posting Komentar