Diri, ketidak-inginan, keinginan dan kebutuhan adalah sparepart non
fisik yang akrab mencumbu kehidupan seseorang. Dengan adanya diri,
manusia dengan mudah menyebut kata 'aku' atau 'saya', atau 'gue' atau
tanpa kata sekalipun, hanya dengan menunjuk jarinya kearah wajah atau
body atau anu.
Diri mewakili unsur paling jernih untuk harga seseorang, nilai seseorang dan martabat seseorang. Dengan adanya ketidak-inginan, manusia bisa mengerti makna efisiensi yaitu mendistribusikan sesuatu yang tidak diinginkannya, karna dengan itu juga bebannya otomatis berkurang.
Dengan keinginan, manusia bisa mengerti makna sebuah harapan dan dengan kebutuhan manusia bisa mengerti makna sebuah kehidupan.
Segala yang menyelimuti diri adalah elemen supporter untuk membangun
diri. Dengan ketidak-inginan, keinginan dan kebutuhan, manusia merangkum
dirinya seketat mungkin dengan cara berdamai dengan hawa napsu, agar
orang lain mampu mengenalnya, mampu menghargainya dan mampu
mencintainya.
Sebagian orang kehilangan ketidak-inginannya demi
menyelamatkan dirinya. Ini adalah orang yang memasuki wilayah 'Tidak mau
susah'.
Sebagian lain kehilangan keinginannya demi menyelamatkan dirinya. Ini wilayah bagi seorang yang bijak.
Dan yang paling sedikit adalah yang meninggalkan kebutuhannya demi
menyelamatkan dirinya, karna dengan begitu seseorang baru bisa dikatakan
berkorban.
Walaupun yang terhoror dari semuanya adalah,
seseorang yang rela meninggalkan dirinya demi mencapai kebutuhan,
keinginan bahkan ketidak-inginannya.
Rela hina demi sebuah
ketenaran, pasrah dalam keterpurukan jiwa asalkan saldo melonjak,
menghamba kepada sesama demi keamanan sesaat dan meletakkan nilai 'diri'
sebagai batu lompatan untuk sesuatu yang lebih rendah.
Ciiiiiaaaaaaao!