Moral dibangun berdasarkan pengenalan diri terhadap peluang berbuat sesuatu. Peluang berbuat sesuatu dapat dikenali dengan mengetahui kecenderungan manusia. Kecenderungan manusia bisa dicerna melalui beberapa pendekatan, diantaranya; teoritis, praktis, historis dan hal persuasif lainnya.
Manusia sering salah karna berusaha mengenal dirinya berdasarkan cerminan diri yang dilihatnya dalam diri orang lain. Curiga berlebih kepada istri biasanya karena ada penyimpangan mekanis secara intensif yang pernah dilakukannya. Sehingga gambaran kekecewaan terhadap diri terpancar kepada orang-orang disekitarnya, terlebih kepada person-person yang terlanjur memiliki kedekatan emosional atau bahkan ikatan darah.
Kekerasan dalam rumah tangga bukan hal yang semata-mata terjadi karena adanya dorongan kehendak natural, apalagi karena sebuah tujuan kekuasaan dalam ranah sempit yang disebut "keluarga". Hal itu biasanya terjadi karena ada faktor-faktor yang jelas atau karena faktor yang samar. Tentunya bukan faktor politis.
Faktor yang samar merupakan sebuah indikasi kelabu atau cermin yang retak, tenggelam di genangan air keruh masa lalu, serta terpenjara dalam ruang halusinasi yang terus menerus memproduksi perintah untuk berbuat kasar kepada istri. Jelas, cacat moral adalah predikasi yang tepat untuk pelakunya.
Sehingga cacat moral bisa diartikan sebagai aksi pemerkosaan yang dilakukan oleh masa lalu terhadap seluruh harapan seseorang. Sehingga masa kini seseorang menjadi tidak berarti lagi. Cacat moral adalah penindasan kepada fitrah, dan bentuk pencacian kepada hati nurani. Kekerasan dalam rumah tangga yang intens biasanya terjadi karena hal ini.
Tidak ada solusi yang sempurna untuk mengatasi konflik-konflik yang mengisi ruang privasi, karena pelaku dan korbannya cenderung saling terbiasa dan sama-sama menganggap ini sebagai derita internal yang tidak boleh diketahui orang lain.
Pun masing-masing telah sama-sama sadar bahwa telah terjadi disorientasi relasi dalam rumah tangganya, kemungkinan lautan damai terbentang, meskipun tidak niscaya. Pelaku harus melakukan evaluasi sikap dan pengakuan dosa yang ditutup dengan permohonan maaf, serta si korban harus berat hati memaafkan pelakunya tanpa diiringi rasa dendam dan keduanya sama-sama harus berjanji untuk memulai cerita baru tanpa sedikitpun menyinggung persoalan kelam yang pernah mereka alami.
Revolusi moral pun terjadi, mahligai cinta rumah tangga kemungkinan besar tidak akan dikotori lagi oleh aksi cacat moral. Berdasarkan gerak abnormalnya, kehidupan keluarga memang keras, tapi memang begitu cara rumah tangga menyita etika dan revolusi mental menanamkan moral.