Etika Ber”Tuhan” dalam Islam


Kekeliruan, kerancuan, egoisme dalam berfikir, pemaksaan terhadap kekuatan Logika yang pada dasarnya bukan segala-galanya sepertinya telah menjadi penyakit umat islam saat ini. Kalau dahulu seorang teolog Iran yang bernama Murtadha Muthahari pernah mengatakan bahwa seseorang yang hanya mengandalkan logika dengan mengesampingkan nilai spritual maka dia bukanlah manusia seutuhnya, melainkan hanya seorang filosof kering yang celaka. Dan saat ini keyakinan saya mulai menuju kearah pernyataan Murtadha Muthahari. 

Banyak terjadi kesalah pahaman, kerancuan, kekeliruan dalam berfikir dan pengambilan langkah yang didasari oleh pemujaan terhadap logika. Pada dasarnya Tuhan menciptakan akal sebagai alat untuk berlogika, dan telah ditetapkan juga suatu hukum bahwa akal dan logika bukanlah segala-galanya, dalam arti, bahwa ada masa ketika akal harus tidak di gunakan lagi, hendaknya untuk beranjak kenilai lain yang lebih tinggi dari akal dan logika.

Mungkin sebelumnya, saya harus memberikan semacam analogi bahwa ada peran akal atau logika, dan ada masa ketika akal tidak dapat difungsikan lagi. Sebelumnya saya akan mengupas sampai dimana peran akal dalam menuntun manusia untuk mencapai kesempurnaannya.
Peran akal :
 

1.    Menyadarkan akan adanya Tuhan. Manusia terlahir didunia diberikan berbagai fasilitas yang luar biasa yang berfungsi untuk membantu kenyamanan dalam menghadapi kehidupan didunia ini. Mulai mengerti akan panasnya api, dinginnya Es, basahnya air, sakitnya pukulan dalam konsep fisik, dan sakitnya cacian dalam konsep hati. Bisa dipastikan pengerahuan-pengetahuan semacam itu adalah hasil dari eksistensi akal dalam diri manusia. Apakah cukup sampai disitu?. Tentu tidak, akal yang mempunyai kapasitas yang dahsyat menuntut setiap manusia untuk berlogika, bahwa segala keberadaan yang ada di alam ini tidak mungkin ada tanpa adanya seorang pencipta. Pengertiann akan keberadaan Tuhan tanpa teori yang jelas, sudah bisa diraih hanya dengan akal dan logika, tanpa harus seseorang menganut suatu agama. Jadi, peran logika yang pertama adalah menyadarkan manusia bahwa ada Tuhan yang menciptakan alam ini dengan segenap keindahannya.

2.    Memberikan pemahaman terhadap konsep Tuhan . Setelah keyakinan akan keberadaan Tuhan telah tertanam dihati seseorang. Maka manusia yang menjunjung tinggi dan menghargai konsep akal dan logikanya, ia tidak akan berhenti sampai disini. Dimana Tuhan?, bagaimana Tuhan?, bersama siapa Tuhan?, untuk apa Tuhan mencipta?, atas dasar apa Tuhan mencipta?, apa ada suatu hal yang penting dibalik penciptaan Tuhan?. Pertanyaan mendasar seperti ini pasti akan terlintas dibenak manusia-manusia yang menjunjung logikanya, dan dalam bukunya yang berjudul “Dunia Sophie” Jastein garder menyebut bahwa pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti ini dinamakan “Pertanyaan Filosofis” dan pertanyaan seperti ini akan terlontar ketika manusia telah mencapai keadaan tenang dan tidak dalam masalah-masalah yang rumit seperti kelaparan, terlilit hutang, atau permasalahan hidup lainnya. Tapi akal juga mengatakan bahwa Tuhan pasti indah dan yang terindah diantara yang ada dalam pandangan mata, lebih merdu dari suara yang ditangkap oleh telinga, dan tentunya indera kita tak akan bisa menangkap keutuhan wujud Tuhan secara eksistensial. Segala yang ada tidak mungkin keluar dari pantauanNya, akal mengatakan bahwa Tuhan itu sempurna, Tuhan itu adil, Tuhan tidak mungkin salah, Tuhan itu bijak, dan segala tindak tanduk perilaku Tuhan, pasti ada tujuan dan harapan bagi penciptaannya, yaitu penyamarataan tujuan untuk mencapai kesempurnaan. Ketika Tuhan adalah simbol kesempurnaan, maka otomatis Tuhan juga menuntut seluruh ciptaannya untuk menuju titik kesempurnaan. Akan tetapi keadilan Tuhan tidak memaksakan ciptaannya untuk bersikap dengan keinginan Tuhan, jadi bisa dibilang dengan logika yang paling sederhana adalah “Tuhan memberikan batasan tanpa membatasi”. Kesimpulan kedua dalam peran akal yaitu, akal dapat mengantarkan kita akan kesempurnaan Tuhan dan Tuhan tidak mungkin membiarkan makhluknya hidup tanpa adanya petunjuk, sedangkan pemahaman logika akan kebijakan Tuhan mengatakan bahwa semua tindak tanduk Tuhan mengarah kepada tujuan penciptaan, dan akal manusia dengan kekuatan logikanya juga mengatakan bahwa manusia tidak akan bisa mencapai titik kesempurnaan tanpa adanya petunjuk yang kekal dan abadi.

3.    Pengenalan kepada kitab suci. Pengetahuan tentang Tuhan telah menyadarkan bahwa Tuhan harus meletakkan sebuah pamungkasnya dimuka bumi sebagai petunjuk bagi manusia yang berakal. Bagaimana menentukan syarat keefektifan suatu pedoman bagi manusia dimuka bumi.
Syarat-syarat kitab suci:
•    Harus diyakini bahwa kitab suci ini dari Tuhan.
•    Harus sesuai dengan zaman dan ada disetiap zaman.
•    Tidak boleh bertentangan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain.
•    Tidak boleh ada kerancuan pemahaman didalamnya.
•    Harus berisikan kelengkapan materi dakwah atau pesan Tuhan yang mudah diterima oleh manusia .
•    Harus disertai oleh pengembannya sebagai seseorang pilihan Tuhan dan harus terhindar dari kesalahan.
(NB)… Segala syarat yang telah tertera diatas adalah suatu ketentuan kriteria kitab suci yang telah disepakati oleh logika.

Dengan keterbukaan pemikiran tanpa dilandasi oleh suatu faham fanatisme atau sikap keras kepala yang tidak dilandasi oleh peran akal, dihadapan kita telah tersajikan beberapa kitab suci dan akal harus memilih mana yang terbaik diantara beberapa kitab suci yang ada. Dan sesuai karakter akal bahwa akal telah menyadari akan kesempurnaan Tuhan dan kebijakan Tuhan. Dan Tuhan menuntut setiap makhluk untuk mencapai titik kesempurnaan. Walaupun kita menyadari bahwa akal bukanlah segalanya atau suatu neraca kesempurnaan tapi kita menyadari bahwa akal dapat memilih yang terbaik diantara yang baik.
Fakta yang tampak dizaman sekarang adalah, dengan kekuatan berlogika yang dimiliki oleh umat islam mereka telah memimilih Islam sebagai agama mereka dan mereka juga telah memilih Al-Qur’an sebagai kitab suci mereka, kitab suci yang paling sempurna dan telah diyakini bahwa didalamnya terdapat titah Tuhan, ajaran, sejarah, syari’at dan apapun yang menjadi pengantar manusia untuk menuju Tuhannya. Dan didalam Al’Qur’an juga Tuhan menantang para musuh-musuh Tuhan untuk menciptakan karya tulis yang bisa menyamai kedudukan kitab suci ini, dan sampai saat ini belum ada siapapun yang bisa menyamai kedudukan, kemuliaan Al-Qur’an, dari segi sastra bahasanya, pesan-pesan mendalam yang tertera didalamnya, sejarah yang mengandung hikmah dan terbukti kebenarannya dari waktu ke waktu. Dan Logikalah yang mengantarkan manusia kepada keyakinan seperti ini.

*Kesimpulan dan Penutup
Akhirnya sampai juga kita pada akhir pembahasan. Dan telah disepakati sebelumnya bahwa semua yang telah dipaparkan diatas adalah hasil dari peran akal dengan perhitungan logika. Setelah logika telah mengantarkan kita pada kesimpulan akan keberadaan Tuhan, dan juga telah mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa Tuhan adalah simbol kesempurnaan yang hakiky, pemilik keadilan yang mutlak dan dzat maha dahsyat yang terhindar dari segala bentuk keburukan, kecacatan, kesalahan, kekeliruan dan hal-hal negative lainnya. Dan dengan logika pula telah mengantarkan kita pada pemahaman bahwa diperlukan suatu pedoman abadi yang datangnya dari Tuhan sebagai petunjuk hidup yang tidak boleh untuk ditinggalkan dan logika mengatakan, bahwa pedoman ini datang untuk para mereka-mereka yang berfikir dan konsekuen terhadap pengertian logika mereka yang awal tentang kepercayaan kepada Tuhan, kesempurnaan Tuhan dan lain-lain. Dan yang terakhir adalah. Akal dengan kekuatan logika telah mengantarkan para umat islam dalam keyakinan bahwa “AL-QUR’AN” adalah kitab suci yang paling sempurna dan datang sebagai penerang jalan orang-orang mukmin. Dan setelah pemahaman ini terbentuk sebagai landasan pemikiran manusia-manusia beriman, apakah pantas kita masih mengutamakan logika kita atas kitab suci tersebut?.
Dan dihadapan orang-orang beriman telah tersajikan Kitab suci pemberian Tuhan sebagai petunjuk jalan bagi mereka dan kesadaran akan itu adalah hasil dari kerja keras akal dengan perhitungan logikanya. Peran akal dan perhitungan logika telah rampung, manusia-manusia sahabat Tuhan telah bahagia atas ketentuan Tuhannya.

 Mereka telah menempatkan akal dan logika pada posisinya, tidak memaksakan kehendak atas akalnya karena mereka memahami bahwa peran logika hanya sampai disini. Dan yang harus dilakukan pada saat seperti ini adalah pasrah terhadap ketentuan Tuhan yang dipaparkan dalam kitab suci tersebut tanpa berlogika atasnya, mengkaji lebih dalam dan temukan rahasia-rahasia Tuhan didalamnya, maka kebenaran satu per satu akan terungkap dan keesaan Tuhan akan semakin jelas untuk dirasakan. Pengkajian atas kitab suci ini diperlukan konsentrasi mendalam agar pemahaman bisa diterima oleh pengkajinya. Akan tetapi, apabila ditemukan suatu kerancuan atau kesalahpahaman atas pesan-pesan atau pernyataan yang terdapat didalamnya, maka manusia yang berlogika akan senantiasa untuk memaslahatkan antara logikanya dengan ayat yang terkandung didalam kitab suci tersebut, bukan malah memaksakan ayat untuk menyesuaikannya terhadap logikanya, dan jika timbul kecurigaan yang datangnya dari hasil pengolahan akal atas ayat-ayat kitab suci ini, maka sebaik-baiknya logika adalah mencurigai logika tersebut.

Sebarkan