Prahara Jurnalistik

Kontroversi telah menjadi trend lembaga produksi berita atau media-media online yang intens memberi opini tentang sebuah fenomena. Biasanya Pro dan kontra atau polemik muncul karena ada dua pandangan yang saling bertentangan. Ini kalau jujur.

Tapi memalukan bila dua media yang sepertinya bertentangan dalam opini, justru secara kasat mata terlihat saling main mata, berlagak bertentangan. Padahal tujuannya menjual kontroversi, bukan kedalaman analisa dan akurasi berita.

Ini pembodohan, eksploitasi kehebohan, dan keculasan. Pembaca lambat laun akan tahu. Bila media ini tidak kembali kepada kejujuran, maka akan dianggap tong sampah. Sayang sekali. Memang mudah dipahami, sok menolak sebuah issue mainstream memang cara ampuh untuk mengangkat issue itu. Polemik dua pihak media memang nikmat untuk jadi tontonan.

Dengan ini, lahirlah media penengah yang seolah-olah berkehendak untuk memberikan wawasan atau gagasan orisinil terhadap sebuah kejadian, padahal hanya rekonstruksi minor dari gagasan-gagasan yang sudah umum. Hanya mencampur opini geli-geli basah dalam kubangan berita yang sudah ramai diperbincangkan. Media itu hadir di tengah masyarakat dunia maya untuk menancapkan eksistensi sebagai media SUPER NETRAL padahal cuma CARI VIRAL. 

Memberikan gambaran realitas yang sudah ditambah-kurangkan dengan adonan bumbu copy-paste dari media international yang lebih popular. 

Media macam ini lahir premature. Semula dikerjakan karena iseng, untuk mengisi waktu luang, tidak memiliki latar belakang jurnalistik. Media ini mendadak ngetop karena menjiplak nama besar media ekstrimis. Membuat rekayasa tokoh yang seakan-akan memiliki gagasan yang berbeda, padahal hanya menjadikannya sebagai alat tukar visitor agar viewernya bertambah dan Dollar dari adsense-nya terus bertumpuk. Berdrama dengan saling sanggah, bertikai untuk memperkuat rantai. Inilah yang disebut "Ikatan Cinta Imagi dalam Kontroversi Opini". Its All About Bussines Mabro!

Tampak jelas dari postingan berita-beritanya yang hasil comotan dari media lain, terjemahan google yang pas-pasan dan kualitas redaksi alakadarnya. Jualannya bukan kedalaman analisa, tapi kontroversi, tak peduli efek dan relevansinya.

Inilah prahara jurnalistik.

Sebarkan

0 Sanggahan:

Posting Komentar