Menulis Masuk Neraka

Mudahnya akses untuk mempublish ide serta gagasan-gagasan utuh dengan memanfaatkan teknologi dan sosial media, meningkatkan minat menulis masyarakat dunia maya.


Sebagian orang menulis karna memiliki gagasan orisinil, sebagian lain karna mudahnya plagiarsi dan copy-paste, bahkan sebagian orang menulis hal-hal yang kalau diliat hanya merupakan susunan kata tanpa makna.


Tulisan adalah refleksi dari ide yang menumpuk dikepala, sehingga harus dituangkan dalam bentuk kalimat agar ide itu dapat dikritisi serta diuji validitasnya.


Yang jadi persoalan, banyak orang rajin menulis tapi tidak rajin membaca, rajin menyusun kata tapi lupa menitipkan pesan, sibuk dengan kata namun mengabaikan makna, bangga dengan likes dan terpojok oleh sanggahan.

Menulis bukan hanya merangkai kata, tapi mengemas makna, bukan hanya mengungkap rasa, tapi juga mengispirasi jiwa, bukan sekedar mengeluh tapi juga harus mendidik dan mengandung pesan universal.

Saat ini standart baik/buruk sebuah tulisan ditentukan oleh likes dan popularitas penulisnya, meskipun tanpa makna dan lemah retorika, tidak masalah asalkan banyak yang ngasih jempol dan share.

Karna menulis sudah dipandang murah, otomatis makna menulis jadi kabur, sudah tidak perlu lagi pengetahuan, lupakan logika, abaikan makna, tinggalkan kekayaan aksara, yang penting nulisnya banyak dan yang likes banyak, ga penting maksud sebuah tulisan yang penting digemari orang.

Selamat datang di zaman kuno dalam peradaban literatur, masa dimana orang-orang berkompetisi untuk banyak berkicau ketimbang menginspirasi, banyak mengeluh ketimbang menemukan solusi dan banyak menasehati ketimbang introspeksi diri.

Ciiiiaaaaaaaaao!

Sebarkan