Dalam era Modern, banyak sekali orang-orang yang merasa bingung dengan apa yang dianggapnya sebagai realitas. Kekurangan pemahaman adalah salah satu faktor penyebab kegelisahan diri. Pandangan dunia yang salah juga bisa dikatakan sebagai kontribusi pada ruang kegelisahan yang ada dalam diri manusia.
Saya akan mencoba memberikan pemahaman sedikit tentang apa yang dimaksud dengan “Realitas”. Realitas adalah Eksistensi real yang bersifat eksternal dari diri manusia, penggambarannya sangat simpel. Ketika kita dihadapkan pada secangkir kopi hangat didepan kita, yang pertama kita lakukan adalah menyusun persepsi agar keyakinan kita sampai pada batas real, sehingga kita tidak segan-segan untuk menyeruput kopi tersebut. Dari penggambaran barusan yang menjadi realitasnya adalah secangkir kopi yang ada dihadapan kita, bukan persepsi pribadi kita tentang secangkir kopi tersebut.
Banyak sekali manusia yang terjebak dalam keadaan seperti ini, sehingga mereka meyakini hal-hal yang Non realitas, mereka menuhankan persepsi pribadi dan menjadikan persepsi pribadinya sebagai realitas itu sendiri. Hal ini tentu sangat keliru, karena sesuatu yang bersifat perseptual belum bisa dikatakan sebagai realitas sebelum ada eksistensi real yang bersifat eksternal yang dapat dicapai oleh logika realisme.
Fakta membuktikan, bahwa sebagian besar pemuda, khususnya pemuda metropolitan, mereka mengalami degradasi pemahaman sehingga menimbulkan efek yang sangat buruk dan memberikan gangguan pada pikiran serta kenyamanan hidup, Diantaranya adalah, mereka sulit membedakan apa yang realitas dan apa yang ilusif, mereka kerepotan oleh konsep utopis yang mengganjal dibenak tanpa pondasi berbasis pengetahuan, mereka sibuk memikirkan hal-hal yang pada dasarnya “Tidak ada” serta terbiasa untuk memaksakan hal-hal yang pada dasarnya adalah “Realitas” untuk menyamai persepsi individualnya dan Pada akhirnya mereka menuhankan persepsi serta menjadi pribadi yang kering dari realitas itu sendiri.
Saya akan mencoba mengulas sedikit pembahasan terkait fakta yang ada. Jika Realitas adalah sesuatu yang bersifat eksternal, maka dapat dikatakan bahwa sesuatu yang inheren dalam diri manusia adalah perseptual, dalam ranah ilmiah kita katakan “Ilusi” atau “Utopia”, dalam ilmu filsafat dikatakan “non eksistensial”, dalam bahasa umum biasa kita gunakan “Khayalan”. Sudah semakin jelas, bahwa selain wujud eksternal, maka itu bukan “Realitas”. Dan kapan sesuatu dapat dikatakan sebagai “Realitas”?, tentu ketika apa yang telah terbangun dalam pikiran sesuai dengan faktual yang ada. Dari pemahaman barusan, dapat diambil kesimpulan, bahwa manusia yang normal dan berideologi realisme, mereka tidak akan bergelut atau berkutat pada konsep yang tidak real, mereka niscaya akan memperkuat konsep pemikiran mereka dengan “Realitas” itu sendiri, mereka tidak akan kerepotan dengan sesuautu yang ilusif serta tidak akan menjadi pibadi yang egois.
Ketika anda pernah melihat seorang pemuda yang memiliki kedermawanan, ramah tamah dan memiliki kualitas kepribadian yang baik secara kasat mata, maka hal itu juga harus dipertanyakan. Tidak sedikit pemuda yang memiliki pribadi demikian, ketika dalam kesendirian mereka merasa gelisah, bosan, bingung dan seakan tidak memiliki topangan dalam hidup. Bukan hanya mereka, dalam beberapa kesempatan kita juga sering mengalami hal seperti itu, bukan begitu?.
Dalam kondisi seperti ini, dapat kita tarik beberapa point, yaitu, yang pertama. Pemuda tersebut tidak mengerti akan “Realitas”, selalu bergantung pada hal yang bersifat “ilusif”, sangat jelas, ketika ia merasa gundah dengan hal-hal inheren, maka ia tidak mengenal “Realitas” dan menganggap bahwa Realitas adalah apa yang ada dalam dirinya, ia acuh dengan eksistensi alam dan kondisi eksternalnya, ia berkutat dengan sesuatu yang pada dasarnya “Tidak ada”. dan selanjutnya kesimpulan yang bisa diusung adalah “Perbuatan baik yang selama ini dilakukan oleh manusia seperti itu adalah formula untuk melegakan emosi personalnya” (baca: Egois).
Tanpa mengenal “Realitas” tidak akan tercipta kenyamanan Personal, setelah mengenal “Realitas”, sepertinya gangguan inheren akan tidak potensial untuk hadir dan semakin jauh dari eksistensi diri.
0 Sanggahan:
Posting Komentar